Di sebuah kerajaan yang jauh, jauh di sana, terdapat sebuah kerajaan ajaib bernama Lumina. Kerajaan ini berbeda dari yang lain karena tersembunyi di balik tirai kabut berkilau. Hanya mereka yang memiliki hati murni dan semangat berani yang bisa menemukan jalan ke Lumina. Di kerajaan ini, peri peri terbang di udara, unicorn melompat di padang penuh emas, dan sungai ajaib membisikkan lagu lagu kuno. Namun Lumina memiliki sebuah rahasia sebuah kristal sihir yang kuat bernama "Hati Lumina" yang membuat seluruh kerajaan bersinar dan hidup.
Di sebuah desa kecil di tepi hutan gelap, tinggal seorang gadis kecil berusia 6 tahun bernama Clara. Clara memiliki rambut emas yang diikat dalam dua kepang dan mata hijau cerah yang selalu berkilau penuh rasa ingin tahu. Dia sangat menyukai mendengarkan dongeng yang diceritakan neneknya di depan perapian setiap malam. Cerita favoritnya selalu tentang Lumina, meskipun banyak orang di desanya percaya itu hanyalah mitos.
Suatu pagi yang cerah, saat Clara sedang memetik aster di padang dekat rumahnya, dia melihat sesuatu yang aneh. Seekor merpati kecil dengan bulu perak yang berkilau terbang mendekat dan mendarat di pundaknya. Mata merpati itu berkilau terang, dan di paruh kecilnya, ia memegang selembar perkamen yang digulung. Clara dengan lembut mengambil perkamen itu dan membukanya. Itu adalah surat yang diukir dengan tinta emas
"Kepada Clara yang terhormat,
Hati Lumina telah dicuri oleh sosok bayangan, dan sihir kerajaan kami memudar. Tolong, kami butuh bantuanmu untuk mengembalikannya. Ikuti merpati itu ia akan membawamu ke Lumina.
Dengan harapan,
Ratu Aurelina"
Jantung Clara berdebar dengan campuran ketakutan dan kegembiraan. "Aku? Membantu Lumina?" dia berbisik pada dirinya sendiri. Namun jauh di dalam hatinya, dia tahu dia harus mencoba. Dia segera mengemas tas kecilnya dengan sepotong roti, sebotol air, syal hangat, dan liontin keberuntungan milik neneknya. Dia melambaikan tangan untuk告别 rumahnya dan mengikuti merpati yang berkilau ke dalam hutan.
Hutan itu gelap dan lebat, berbeda dengan padang cerah yang biasa Clara jelajahi. Namun bulu perak merpati itu menerangi jalan di depan seperti bintang kecil. Saat Clara berjalan, dia bertemu dengan seekor rubah berbulu kecil dengan ekor berbulu lebat.
"Halo, pengembara muda," kata rubah itu dengan suara lembut dan ramah. "Aku Felix. Ke mana kamu pergi di petualangan yang indah ini?"
"Aku sedang mencari Lumina," jawab Clara jujur. "Kerajaan itu butuh bantuanku."
Felix memiringkan kepalanya dan menggerakkan telinganya. "Ah, Lumina! Itu adalah pencarian yang mulia. Tetapi untuk mencapainya, kamu harus melewati tiga tantangan. Aku bisa membimbingmu jika kamu mau."
Clara mengangguk antusias. "Ya, tolong, Felix. Aku akan sangat berterima kasih."
Dan begitu, rubah itu bergabung dengan Clara dan merpati dalam perjalanan mereka. Mereka segera mendekati tantangan pertama mereka. Di depan mereka ada sungai yang mengalir, tetapi tidak ada jembatan atau cara untuk menyeberang.
"Bagaimana kita bisa sampai ke sisi lain?" tanya Clara, terlihat khawatir.
Felix menunjuk pada sebuah teka teki yang terukir di batu di tepi sungai, bersinar lembut di bawah sinar matahari. "Kita harus memecahkan teka teki ini," katanya. Teka teki itu berbunyi
"Aku tidak hidup, tetapi aku bisa tumbuh. Aku tidak memiliki paru paru, tetapi aku butuh udara. Aku tidak memiliki mulut, tetapi air membunuhku. Apa aku?"
Clara berpikir keras, menyentuh dagunya. Lalu wajahnya bersinar. "Api!" dia berseru.
Segera setelah dia menyebutkan jawaban itu, sebuah jembatan kayu ajaib muncul, membentang melintasi sungai. Clara, Felix, dan merpati menyeberang dengan selamat dan melanjutkan perjalanan mereka.
Tantangan kedua mereka muncul saat mereka memasuki sebuah area yang indah. Di tengahnya terdapat pohon raksasa dengan daun daun emas, tetapi cabangnya terikat, menghalangi jalan ke depan. Di sebelah pohon itu ada seorang peri kecil dengan sayap biru cerah.
"Halo, para pengembara," kata peri itu. "Aku Ivy, penjaga pohon ini. Untuk lewat, kamu harus membantuku melepas ikatan cabangnya. Tetapi hati hati hanya kebaikan dan kesabaran yang bisa membuka ikatan tersebut."
Clara tersenyum ramah dan mendekati pohon itu. Dia dengan lembut menyentuh cabang cabang itu, hati hati menarik satu ikatan pada satu waktu sambil menyanyikan lagu lembut yang biasa dinyanyikan neneknya. Felix membantu dengan menunjukkan ikatan yang paling rumit. Perlahan tapi pasti, cabang cabang itu terurai, dan daun daun emas berkilau sebagai tanda terima kasih. Ivy bertepuk tangan dengan gembira.
"Terima kasih, Clara," kata peri itu. "Kebaikanmu telah menyembuhkan pohon ini. Jalan di depan sekarang terbuka."
Clara dan teman temannya melanjutkan hingga mereka mencapai dasar gunung yang menjulang. Gunung itu curam dan dipenuhi dengan batu batu tajam. Di kaki gunung itu berdiri seekor burung hantu tua yang bijaksana dengan bulu bersih dan mata emas yang tajam.
"Untuk mendaki gunung ini, kamu harus menunjukkan keberanianmu," hoot burung hantu itu. "Sosok bayangan yang mencuri Hati Lumina menunggu di atas. Apakah kamu memiliki kekuatan untuk menghadapinya?"
Clara merasakan getaran ketakutan menjalar di tulang punggungnya, tetapi dia berdiri tegak. "Aku mungkin ketakutan," katanya, "tetapi aku akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menyelamatkan Lumina."
Burung hantu itu mengangguk, terkesan oleh keberaniannya. "Sangat baik. Kamu boleh melanjutkan. Ingat, keberanian bukanlah ketiadaan ketakutan tetapi tekad untuk melakukan apa yang benar meskipun merasa takut."
Clara mendaki gunung dengan Felix dan merpati di sisinya. Batu batu itu tajam, dan angin melolong di sekitar mereka, tetapi tekad Clara membuatnya terus maju. Akhirnya, mereka mencapai puncak, di mana sebuah gua gelap menjulang.
Di dalam gua, sosok bayangan duduk di atas takhta yang terbuat dari kristal tajam, memegang Hati Lumina yang bersinar di tangannya. Sosok itu mengenakan jubah gelap panjang yang tampak menyatu dengan bayangan.
"Siapa yang berani mendekatiku?" sosok itu mendesis.
Clara melangkah maju, suaranya mantap tetapi lembut. "Aku Clara, dan aku datang untuk memintamu mengembalikan Hati Lumina. Kerajaan ini membutuhkannya untuk bertahan."
Sosok itu tertawa dingin. "Mengapa aku harus mengembalikannya? Dengan kekuatan ini, aku tidak terhentikan."
"Tetapi kekuatan sejati bukanlah tentang mengambil," kata Clara lembut. "Ini tentang berbagi dan membantu orang lain. Bayangkan betapa lebih cerahnya dunia ini jika kamu menggunakan kekuatanmu untuk melakukan kebaikan."
Sosok bayangan itu ragu. Untuk sesaat, gua itu menjadi sunyi. Kemudian sosok itu menurunkan tudungnya, memperlihatkan wajahnya yang lelah dan kesepian. "Aku hanya ingin merasa kuat," akunya lembut. "Aku tidak menyadari kerusakan yang aku sebabkan."
Clara melangkah lebih dekat, mata hijau yang penuh kasih sayang. "Tidak pernah terlambat untuk memperbaiki semuanya. Kamu masih bisa membantu Lumina."
Tersentuh oleh kata kata Clara, sosok itu menyerahkan Hati Lumina padanya. Begitu Clara menyentuhnya, gua itu dipenuhi dengan cahaya emas hangat yang mengusir bayangan. Felix bersorak, dan merpati mengepakkan sayapnya dengan gembira.
Dengan Hati Lumina di tangannya, Clara kembali ke kerajaan. Kabut ajaib terpisah, mengungkapkan pemandangan yang menakjubkan kastil kastil berkilau, ladang bunga berwarna warni, dan air terjun yang berkilau. Para peri dan unicorn bersuka cita saat Clara menempatkan Hati kembali ke tempatnya yang semestinya di pusat kerajaan. Udara dipenuhi dengan musik dan tawa saat sihir Lumina dipulihkan.
Ratu Aurelina muncul, gaunnya berkilau seperti sinar matahari. "Clara, kamu telah menunjukkan keberanian, kebaikan, dan kebijaksanaan," katanya. "Karena kamu, Lumina akan bersinar lebih terang dari sebelumnya."
Para penduduk desa menyambut Clara kembali sebagai pahlawan, dan meskipun petualangannya telah berakhir, dia tahu dia akan selalu membawa pelajaran itu di dalam hatinya kebaikan, keberanian, dan kekuatan untuk percaya pada diri sendiri.
Dan begitu, Lumina dan penghuninya yang ajaib berkembang, dan Clara terus bermimpi besar, mengetahui bahwa bahkan hati yang terkecil pun bisa membuat perbedaan yang terbesar.
Akhir.