Pada suatu waktu, di sebuah kamar kecil yang nyaman yang disinari oleh cahaya lembut dari lampu samping tempat tidur, hiduplah seorang anak yang penasaran bernama Ellie. Kamarnya dipenuhi dengan segala macam harta karun sebuah boneka beruang yang sangat disayang bernama Buttons, sebuah lampu bercak yang memancarkan cahaya hangat dan ceria, selimut patchwork yang dijahit dengan warna warna cerah, dan sebuah kotak musik kayu kecil yang memainkan melodi lembut ketika kuncinya diputar. Bagi orang dewasa yang lewat, semua ini hanyalah benda benda biasa di dalam ruangan biasa. Tetapi Ellie tahu lebih baik. Dia merasa, jauh di dalam hatinya, bahwa kamarnya menyimpan rahasia yang belum dia temukan.
Suatu malam yang dingin di musim gugur, saat angin berbisik melalui pepohonan di luar dan bintang bintang berkedip bangun di langit, Ellie membenamkan dirinya di tempat tidur di bawah selimut patchworknya. Dia menatap lampu di meja samping tempat tidurnya, cahayanya menari nari ceria di dinding. Dia menguap, matanya semakin berat, ketika tiba tiba dia mendengar suara berdesir lembut. Pada awalnya, dia mengira itu adalah angin di luar, tetapi kemudian dia menyadari sesuatu yang aneh.
Selimut patchwork mulai bergerak perlahan, seolah olah sedang meregang setelah tidur siang yang panjang. "Ellie," bisiknya dengan suara selembut lagu pengantar tidur, "saatnya untuk petualangan."
Ellie duduk tegak, jantungnya berdetak kencang dengan semangat. "Petualangan? Ke mana?"
"Ke mana pun kamu perlu pergi," jawab selimut itu dengan senyuman hangat yang dijahit di dalam kainnya. "Tapi pertama tama, kita perlu bantuan."
Pada saat itu, lampu bercak itu berkedip dan berbicara dengan suara ceria yang berbunyi gemerincing. "Hitung saya juga! Saya selalu bersinar paling terang saat ada perjalanan yang akan dilakukan."
Buttons, boneka beruang itu, menggerakkan lengan lembutnya dan meregang. "Kamu tidak bisa pergi tanpa aku," katanya dengan suara dalam yang menenangkan. "Setiap petualang membutuhkan teman, dan aku telah di sisimu sejak awal."
Ellie terkekeh, senang melihat barang barang kesayangannya hidup. Kotak musik kayu ikut berbunyi dengan melodi lembut, suaranya seperti nada piano. "Saya akan menyediakan soundtrack," katanya. "Setiap petualangan besar butuh sedikit musik."
Ellie bertepuk tangan. "Ini adalah malam terbaik! Apa yang harus kita lakukan pertama?"
Selimut patchwork membungkus Ellie seperti pelukan yang hangat. "Pegang erat erat," bisiknya, "dan tutup matamu. Kita akan melakukan perjalanan melalui tempat tempat di hatimu."
Ellie menurut, memejamkan matanya. Dia merasakan hembusan lembut, seolah olah dia diangkat ke udara. Ketika dia membuka matanya, dia mendapati dirinya melayang tinggi di atas kamarnya, bintang bintang berkelap kelip di sekelilingnya seperti lentera kecil.
"Kita di mana?" tanya Ellie.
"Kita di alam kemungkinan," kata lampu itu, memancarkan cahayanya di seluruh hamparan yang luas. "Ini adalah tempat di mana mimpi lahir, dan di mana kamu bisa belajar pelajaran yang paling kamu butuhkan."
Ellie memandang sekeliling dengan penuh keajaiban. Di bawahnya terbentang pemandangan patchwork, mirip dengan selimutnya. Setiap kotak tampak berkilau dengan warna dan tekstur yang berbeda. Satu kotak berkilau seperti lautan safir, yang lain bersinar dengan nuansa hangat matahari terbenam, dan satu lagi berputar dengan nuansa hijau zamrud, seperti hutan di musim semi.
"Ke mana kita pergi pertama?" tanya Ellie.
Buttons menunjuk ke sebuah kotak yang berkilau dengan cahaya emas. "Yang itu," katanya. "Kelihatannya memanggil kita."
Selimut itu meluncur turun dengan lembut, membawa Ellie dan teman temannya menuju kotak emas itu. Saat mereka mendarat, Ellie mendapati dirinya di tengah tengah desa yang ramai. Jalan jalan dipenuhi dengan rumah rumah kecil yang terbuat dari roti jahe, dan udara berbau kayu manis dan gula. Namun para penduduk desa adalah makhluk makhluk kecil bercahaya yang terlihat seperti kunang kunang tampak dalam kekacauan aktivitas.
"Ada apa?" tanya Ellie kepada salah satu kunang kunang.
"Kami sedang mempersiapkan Festival Cahaya," jelas kunang kunang itu dengan suara kecil dan ceria. "Tetapi kami kehabisan waktu, dan kami terlalu kecil untuk membawa lentera lentera ke alun alun."
Ellie melihat ke arah kunang kunang, lalu ke arah lentera lentera yang tersebar di sekitar desa. Lentera lentera itu jauh terlalu besar untuk makhluk makhluk kecil itu angkat sendiri. "Saya bisa membantu!" dia berkata dengan semangat.
Dengan selimut yang melingkari bahunya seperti jubah, Ellie mulai mengumpulkan lentera lentera dan membawanya ke alun alun desa. Buttons juga membantu, menggunakan cakar lembutnya untuk mendorong lentera lentera itu, sementara lampu memancarkan cahayanya untuk memandu jalan. Kotak musik memainkan melodi ceria, menjaga semangat mereka tetap tinggi.
Ketika lentera terakhir ditempatkan di alun alun, kunang kunang berkumpul di sekeliling dan mulai bersinar lebih terang dan lebih terang. Cahaya mereka memenuhi lentera lentera, membuatnya bersinar seperti bintang bintang kecil. Alun alun desa itu berubah menjadi lautan cahaya yang menakjubkan.
"Terima kasih, Ellie," kata kunang kunang itu. "Kamu telah mengajarkan kami bahwa bahkan makhluk terkecil dapat mencapai hal hal besar ketika mereka bekerja sama."
Ellie tersenyum, merasakan sinar hangat di hatinya. "Saya pikir saya juga telah belajar itu," katanya.
Selimut itu membungkus dirinya lagi. "Saatnya pergi," bisiknya. "Masih banyak yang bisa dilihat."
Dunia di sekitar Ellie berkilau dan berubah, dan segera dia mendapati dirinya di padang hijau yang subur. Udara dipenuhi dengan suara kicauan burung, dan angin sepoi sepoi membisikkan daun daun pohon ek yang tua. Di tengah padang terdapat sebuah bunga tunggal, kelopaknya terlentang dengan sedih.
"Ada apa dengan bunga itu?" tanya Ellie.
"Ia kehilangan percaya diri," kata lampu itu pelan. "Ia tidak percaya dirinya seindah bunga bunga lainnya di padang."
Ellie berlutut di samping bunga itu. "Kamu cantik dengan caramu sendiri," katanya lembut. "Kelopakmu adalah warna ungu yang sangat indah, dan baunya seperti madu di hari musim panas."
Bunga itu sedikit kembali ceria. "Apakah kamu benar benar berpikir begitu?" tanyanya dengan suara malu.
"Saya yakin," kata Ellie. "Dan saya pikir padang ini tidak akan sama tanpamu."
Saat Ellie berbicara, bunga itu mulai berdiri lebih tinggi, kelopaknya terbuka lebar. Bunga bunga lain di padang tampak lebih mendekat, seolah olah mengagumi sahabat mereka.
"Kamu telah mengajarkan saya sesuatu yang penting," kata bunga itu. "Terkadang kita hanya perlu seseorang untuk mengingatkan kita akan nilai kita."
Ellie tersenyum. "Dan kamu telah mengajarkan saya bahwa penting untuk bersikap baik dan mendukung orang lain."
Selimut memberikan Ellie tarikan lembut. "Masih ada satu tempat lagi untuk dikunjungi," katanya.
Dunia berkilau sekali lagi, dan Ellie mendapati dirinya di sebuah hutan yang tenang. Pohon pohon berbisik lembut satu sama lain, dan sebuah aliran jernih mengalir di dekatnya. Namun ada yang berbeda tentang tempat ini. Rasanya... kesepian.
"Mengapa tempat ini begitu sepi?" tanya Ellie.
Sebuah tupai melompat turun dari pohon dan memandangnya dengan mata lebar yang penasaran. "Hutan telah melupakan cara untuk tertawa," katanya. "Dulu kami bercerita dan bermain, tetapi sekarang semua orang terlalu sibuk untuk berhenti dan menikmati saat saat ini."
Ellie berpikir sejenak, lalu berkata, "Saya tahu apa yang harus dilakukan." Dia duduk di atas batu berlumut dan mulai bercerita tentang seekor rubah konyol yang mencoba memanggang kue tetapi akhirnya mendapatkan pai sebagai gantinya. Tupai itu tertawa, bahunya yang kecil bergetar, dan segera hewan hewan lain mulai berkumpul di sekeliling. Seekor rusa tertawa, seekor kelinci meringis, dan bahkan seekor burung hantu mengeluarkan suara pelan yang penuh tawa.
"Terima kasih, Ellie," kata tupai itu. "Kamu telah mengingatkan kami betapa menyenangkannya merasakan tawa dan berbagi kebahagiaan satu sama lain."
Ellie berseri seri. "Dan kamu telah mengingatkan saya betapa pentingnya meluangkan waktu untuk menikmati hal hal kecil dalam hidup."
Selimut membungkus Ellie satu kali terakhir, mengangkatnya perlahan ke udara. Saat mereka terbang kembali menuju kamarnya, Ellie merasakan kedamaian dan kebahagiaan. Dia telah membantu kunang kunang, bunga, dan hutan, dan dengan melakukannya, dia telah belajar pelajaran berharga tentang kerja sama, harga diri, dan kebahagiaan.
Ketika mereka tiba kembali di kamarnya, Ellie naik ke tempat tidur, hatinya penuh dan pikirannya berputar dengan semua yang telah dia alami. Selimut membungkusnya dengan rapat, lampu meredupkan cahayanya menjadi cahaya lembut, dan Buttons berbaring di sampingnya.
"Selamat malam, Ellie," bisik benda benda itu serentak.
"Selamat malam," jawab Ellie pelan, matanya mulai terpejam. Dan saat dia tidur, dia bermimpi tentang lentera emas, bunga ungu, dan hutan yang tertawa, mengetahui bahwa kamarnya yang biasa dipenuhi dengan sihir yang luar biasa.
Dan mulai malam itu, Ellie tidak pernah meragukan bahwa bahkan hal hal yang paling sederhana bisa mengandung petualangan terbesar, selama dia tetap membuka hati dan menjaga imajinasinya tetap hidup.
Akhir.