Angin sejuk malam berhembus lembut melalui pohon pinus yang tinggi saat Evie duduk bersila di beranda kayu kecilnya, menatap langit yang dipenuhi bintang. Malam selalu terasa hidup baginya, seolah olah membawa rahasia yang terbungkus dalam hamparan beludru. Malam ini, sepertinya mendengung lembut dengan janji misteri, dan Evie bisa merasakan rasa ingin tahunya yang akrab mulai tumbuh di dalam dadanya. Ia menghela napas, menyokong dagunya di tangan, bertanya tanya kisah apa yang mungkin dimiliki dunia di luar batas desa kecilnya yang tenang. Evie berusia dua belas tahun, dengan rambut berwarna kastanye dan mata yang tampak berkilau seperti sungai yang diterangi bulan. Ia selalu jadi seorang pemimpi, pikirannya menari dengan cerita cerita tentang negeri jauh, hutan terpesona, dan keajaiban kuno. Namun desa Willowmere kecil dan sepi, harinya dipenuhi dengan ritme yang dapat diprediksi dan desingan rutin yang menenangkan. Meski Evie mencintai rumahnya, ia sering merasa merindukan sesuatu yang lebih, sesuatu yang akan membangkitkan imajinasinya dan memenuhi hatinya dengan rasa kagum. Saat jam berdentang tengah malam, malam sepertinya bergeser di sekelilingnya.
Angin membawa bisikan lembut, halus dan melodi, seperti suara seribu suara yang menceritakan kisah secara bersamaan. Evie berkedip, membungkuk ke depan, jantungnya berdebar. Ia bisa mendengar kata kata lembut menjalin keheningan, memanggilnya untuk mendengarkan. "Anak keajaiban, pencari mimpi," bisikan itu membisikkan, "apakah kamu akan mengikuti jalan di mana imajinasi berkilau?" Napas Evie tersendat di tenggorokannya. "Siapa di sana?" tanyanya dengan suara bergetar, dipenuhi kegembiraan dan ketakutan. Bisikan itu hanya semakin kuat, berputar di sekelilingnya seperti arus tak terlihat. Sebelum ia bisa bereaksi, cahaya perak mulai bersinar di tepi halaman, menerangi jalan sempit yang berkelok kelok yang sebelumnya tidak ada. Jalan itu tampak membentang tanpa akhir ke dalam hutan, tepinya berkilau dengan cahaya lembut yang tidak berasal dari dunia ini. Tidak dapat menahan diri, Evie bangkit dan melangkah maju.
Ia merasa tidak takut, hanya rasa ingin tahu dan petualangan yang menggebu. Bisikan itu membimbingnya, kata kata mereka melukis gambaran hidup dalam pikirannya tentang gurun yang dicium oleh matahari terbenam keemasan, lautan yang hidup dengan makhluk bioluminescent, dan gunung yang dimahkotai salju abadi. Saat ia melangkah ke jalan yang bersinar, dunia di sekelilingnya tampak kabur, bergeser dan berubah seolah olah kain kenyataan itu sendiri sedang ditulis ulang. Pohon pohon di Willowmere memudar menjadi kabut lembut, dan ketika kabut itu menghilang, Evie mendapati dirinya berdiri di tepi gurun yang luas. Udara hangat, dan pasir di bawah kakinya berkilau seperti permata yang dihancurkan. Di atasnya, langit malam luas dan tak terhingga, bintangnya lebih terang daripada yang pernah ia lihat. Di kejauhan, ia melihat karavan orang dan hewan bergerak mantap melintasi bukit pasir, siluet mereka gelap kontras dengan cakrawala yang bersinar. Evie mendekat dengan hati hati, rasa ingin tahunya mendorongnya maju. Saat ia semakin dekat, ia menyadari karavan itu tidak seperti apa pun yang pernah ia lihat.
Unta unta itu dihias dengan rumbai sutra dan lonceng emas, punuk mereka membawa peti peti berornamen dan bundelan barang barang misterius. Orang orang mengenakan jubah mengalir dengan warna warna cerah, wajah mereka baik dan terpengaruh oleh bertahun tahun perjalanan. "Selamat datang, pengembara kecil," kata seorang wanita, melangkah maju. Suaranya hangat dan melodi, dan matanya berkilau seperti bintang bintang gurun. "Kau pasti baru di pasir ini. Apakah kamu ingin berpergian dengan kami?"Evie mengangguk penuh semangat. "Ke mana kalian pergi?" "Ke jantung gurun," jawab wanita itu, "di mana angin menyanyikan lagu lagu kuno dan bintang bintang menceritakan kisah kisah masa lalu. "Evie bergabung dengan karavan, mengagumi cerita cerita yang dibagikan para pelancong saat mereka berjalan. Mereka berbicara tentang peradaban kuno yang telah bangkit dan jatuh bersamaan dengan pasir yang bergeser, tentang perpustakaan yang terkubur di bawah bukit pasir, dan tentang oasis di mana airnya bersinar dengan cahaya bintang.
Setiap cerita adalah benang dalam permadani yang melukiskan gurun sebagai tempat keajaiban dan misteri yang tak berujung. Saat mereka tiba di oasis, Evie terperanjat melihatnya. Airnya berkilau dengan cahaya etereal, dan udara dipenuhi dengan aroma bunga yang mekar. Para pelancong mengajaknya untuk minum dari kolam, menjelaskan bahwa airnya dikatakan memberikan kebijaksanaan kepada mereka yang mencarinya. Saat Evie meneguk air dingin yang manis, ia merasakan kehangatan aneh memenuhi dadanya. Bisikan itu kembali, membawanya maju sekali lagi. Gurun menghilang di sekelilingnya, dan ia mendapati dirinya berdiri di dek sebuah kapal besar, layarnya mengembang dalam angin sejuk. Kapal itu berbeda dari apa pun yang pernah ia lihat, dengan ukiran rumit makhluk laut menghiasi lambungnya.
Para kru sibuk, tawa dan lagu mereka berpadu dengan jeritan burung camar di atas. Kapten, seorang pria tinggi dengan wajah yang berpengalaman dan senyum yang ramah, mendekatinya. "Ah, penumpang baru!" serunya. "Selamat datang di Starlight Voyager. Kami sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Terumbu Karang, di mana keajaiban lautan menanti. " Mata Evie berbinar. "Kerajaan Terumbu Karang? Apa itu?""Sebuah kerajaan di bawah gelombang," jawab kapten, "di mana terumbu karang bersinar seperti pelangi, dan makhluk berbagai bentuk dan ukuran menari di arus. "Saat kapal berlayar melintasi laut yang berkilau, Evie mengagumi lautan yang tak berujung.
Para kru mengajarinya tentang konstelasi yang membimbing para pelaut, pola pasang surut, dan rahasia kedalaman. Ketika mereka tiba di Kerajaan Terumbu Karang, Evie diturunkan ke dalam air dengan lonceng selam kaca, yang memungkinkannya melihat dunia bawah air dengan segala kemewahannya. Terumbu karangnya hidup dengan warna dan gerakan, menjadi rumah bagi ikan yang berkilau seperti permata, penyu laut yang meluncur anggun melalui air, dan gurita yang mengubah warna hanya dengan satu pikiran. Evie merasa seolah olah ia telah melangkah ke dalam mimpi, pikirannya berlari dengan keajaiban akan keindahan dan kompleksitas ekosistem lautan. Saat ia menatap keajaiban bawah air, bisikan itu kembali lagi, membawanya maju. Kali ini, ia mendapati dirinya di hutan zamrud yang rimbun, di mana udara dipenuhi dengan lagu burung dan aroma bunga liar. Cahaya matahari menyaring melalui kanopi, menciptakan pola bercahaya di lantai hutan. Ia mengikuti sebuah jalur berkelok kelok yang seolah memanggilnya semakin dalam ke dalam hutan.
Sepanjang jalan, ia menjumpai hewan hewan yang hanya ia baca dalam buku sekeluarga rubah bermain di dekat aliran, seekor rusa megah dengan tanduk seperti cabang pohon, dan seekor burung hantu tua yang bijak bertengger di cabang yang rendah. Burung hantu itu memiringkan kepalanya, mengamatinya dengan mata tajam. "Kau telah melakukan perjalanan jauh, anak muda," katanya, suaranya dalam dan bergema. "Apa yang kau cari?""Aku tidak yakin," kata Evie. "Tapi aku merasa malam ini membimbingku, menunjukkan keajaiban dunia. "Burung hantu itu mengangguk. "Maka teruslah di jalurmu, dan biarkan rasa ingin tahumu menjadi pemandu. Pengetahuan adalah harta yang terbesar, dan dunia ini penuh dengan itu, menunggu untuk ditemukan.
" Evie mengucapkan terima kasih kepada burung hantu dan melanjutkan perjalanannya, hatinya penuh rasa syukur dan keajaiban. Hutan tampak hidup di sekelilingnya, keindahan dan kompleksitasnya mengisi dirinya dengan rasa kagum. Ia menyadari bahwa setiap makhluk, setiap tanaman, dan setiap suara adalah bagian dari jaring kehidupan yang lebih besar, sebuah pelajaran yang akan selalu ia bawa. Saat hutan mulai memudar, bisikan itu kembali sekali terakhir, membawanya kembali ke jalan bersinar tempat perjalanannya dimulai. Ia melangkah ke berandanya, pemandangan dan suara akrab Willowmere menyambutnya seperti teman lama. Bisikan itu semakin lembut, kata kata mereka membungkusnya seperti pelukan hangat. "Anak keajaiban, pencari mimpi," kata mereka, "kamu telah mengintip dunia dan aliran tak berujungnya. Bawalah cerita cerita ini di hatimu yang penuh rasa ingin tahu, dan biarkan mereka membimbingmu saat kamu merencanakan jalurmu.
" Evie tersenyum, hatinya penuh rasa syukur dan inspirasi. Ia tahu bahwa petualangannya baru saja dimulai bahwa dunia ini luas dan penuh cerita yang menunggu untuk ditemukan. Saat ia terlelap malam itu, mimpinya dipenuhi dengan visi tentang gurun, lautan, dan hutan, masing masing menjadi pengingat akan sihir dan keindahan yang terletak di balik cakrawala. Sejak hari itu, Evie mendekati dunia dengan rasa ingin tahu dan keajaiban yang baru. Ia melahap buku buku, mengajukan pertanyaan tanpa henti, dan membagikan cerita perjalanannya kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Dan meskipun ia tinggal di Willowmere selama bertahun tahun, hatinya selalu terbuka untuk bisikan malam, siap membimbingnya ke petualangan baru kapan pun saatnya tiba. Pada akhirnya, Evie belajar bahwa petualangan terbesar bukan hanya menjelajahi dunia, tetapi memahaminya merayakan keindahannya, menghargai keragaman, dan membagikan keajaibannya kepada orang lain. Dan dalam hal itu, ia menemukan kebahagiaan yang akan selalu bersamanya selamanya.
Rambutnya berwarna chestnut.
Dia tinggal di sebuah desa kecil bernama Willowmere.
Sebuah jalan bercahaya dan mistis muncul.
Dia melihat rubah, seekor stag, dan seekor burung hantu bijak.
Kapal itu membawanya ke Kerajaan Coral di bawah laut.
Itu memberikan kebijaksanaan kepada mereka yang meminumnya.
Bahwa dunia penuh dengan keajaiban dan pengetahuan yang menunggu untuk ditemukan.